Jakarta, Beritajelas – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan bea cukai hingga Februari 2025 mencapai Rp 52,6 triliun. Realisasi ini mencatatkan pertumbuhan tipis sebesar 2,1% year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama pada 2024. Penerimaan ini setara dengan 17,5% dari target yang tercantum dalam APBN 2025.
Perincian Penerimaan Bea Cukai
Dari total penerimaan tersebut, rincian kontribusi adalah sebagai berikut:
- Bea Masuk: Rp 7,6 triliun, mengalami koreksi 4,6% yoy
- Bea Keluar: Rp 5,4 triliun, tumbuh signifikan sebesar 92,9% yoy
- Penerimaan Cukai: Rp 39,6 triliun, mengalami penurunan sebesar 2,9% yoy
Faktor Perlambatan dan Positifnya Tren Bea Keluar
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menjelaskan bahwa perlambatan dalam penerimaan bea cukai terutama disebabkan oleh penurunan bea masuk sebesar 4,6%. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya impor beras pada awal tahun 2025, yang menurut Anggito sebenarnya merupakan kabar positif.
“Pertumbuhan bea cukai tercatat 2,1%, meskipun bea masuk sedikit mengalami koreksi. Ini positif, karena jika kita lihat, sebelumnya ada impor beras, sementara di awal tahun ini tidak ada,” ujar Anggito dalam acara APBN KITA, Kamis (13/3/2025).
Namun, dia juga menyoroti bahwa bea keluar justru mencatatkan pertumbuhan yang sangat signifikan berkat adanya relaksasi dalam ekspor minyak kelapa sawit (CPO).
Lonjakan Penerimaan Bea Keluar dari Ekspor CPO
Berdasarkan catatan Kemenkeu, bea keluar dari produk sawit tercatat mencapai Rp 5,3 triliun, melonjak 852,9% yoy pada Februari 2025. Hal ini berkat kenaikan harga CPO yang mencapai US$ 955 per metrik ton pada Februari 2025, lebih tinggi 18,5% dibandingkan tahun 2024.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, meskipun penerimaan bea cukai menunjukkan sedikit perlambatan, sektor ekspor, terutama CPO, memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara. Anggito Abimanyu menegaskan bahwa relaksasi ekspor CPO menjadi salah satu faktor utama dalam mendongkrak penerimaan bea keluar yang signifikan.