Jakarta, Beritajelas – Pasar modal Indonesia tengah dilanda ketidakpastian, baik dari faktor domestik maupun global. Hal ini tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus mengalami penurunan, bahkan sempat menembus level 6.000 pada Selasa (18/03), yang menjadi titik terendah dalam tiga tahun terakhir. Seiring dengan itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat memberlakukan penghentian perdagangan sementara atau trading halt.
Peringkat Pasar Saham Turun, Dana Asing Keluar
Prospek pasar saham Indonesia juga masih suram, terlebih dengan penurunan peringkat (rating) pasar saham oleh sejumlah lembaga investasi global. Terbaru, Goldman Sachs Group memangkas peringkat investasi mereka di Indonesia, terutama untuk saham dan surat utang. Rating saham Indonesia diturunkan dari overweight menjadi market weight (netral), setelah Goldman Sachs menaikkan proyeksi defisit anggaran Indonesia untuk tahun ini, dari 2,5% menjadi 2,9% dari PDB.
Sebelumnya, Morgan Stanley Capital International (MSCI) juga telah menurunkan rating saham Indonesia dalam indeks MSCI, dari equal weight menjadi underweight. Penurunan rating ini memicu arus dana asing keluar (capital outflow) yang cukup besar, mencapai Rp15,52 triliun dalam sebulan.
Sentimen Negatif di Dalam dan Luar Negeri
Stefanus Dennis Winarto, Chief Investment Officer PT Inovasi Finansial Teknologi (Makmur), menyebutkan bahwa pelemahan pasar saham disebabkan oleh berbagai sentimen negatif, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari sisi domestik, belum ada sentimen positif yang dapat menggairahkan pasar. Selain itu, pada bulan Ramadan, transaksi pasar saham cenderung sepi karena masyarakat lebih banyak fokus pada konsumsi.
Dari luar negeri, ketidakpastian global masih dominan, terutama terkait kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan tarif ini berpotensi memicu aksi balasan dari mitra dagang utama AS, yang dapat memperburuk kondisi ekonomi global dan menghambat pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam.
Strategi Investasi yang Tepat di Tengah Volatilitas
Dengan volatilitas pasar yang tinggi, Stefanus mengingatkan pentingnya bagi investor untuk lebih selektif dalam memilih instrumen investasi. Salah satu cara untuk melindungi portofolio adalah dengan melakukan diversifikasi, yakni menyebar investasi ke berbagai jenis aset. Diversifikasi membantu mengurangi risiko kerugian yang mungkin terjadi pada satu aset atau sektor tertentu.
Reksa Dana Pendapatan Tetap: Pilihan Stabil di Tengah Ketidakpastian
Bagi investor yang mencari instrumen investasi yang lebih stabil, reksa dana pendapatan tetap bisa menjadi pilihan. Reksa dana ini sebagian besar berinvestasi pada obligasi yang cenderung lebih stabil dibandingkan saham.
“Reksa dana pendapatan tetap memberikan pendapatan yang rutin kepada investor dalam bentuk dividen, yang menjadikannya sebagai sumber pendapatan pasif,” jelas Stefanus.
Reksa dana pendapatan tetap telah menjadi pilihan utama banyak investor Indonesia, terbukti dari nilai dana kelolaannya yang terus meningkat. Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), nilai asset under management (AUM) reksa dana pendapatan tetap tercatat sebesar Rp148,59 triliun pada Januari 2025, naik 1,2% dibandingkan dengan AUM pada akhir 2024 yang mencapai Rp146,47 triliun.
Reksa Dana Campuran: Diversifikasi untuk Potensi Imbal Hasil Stabil
Bagi investor yang ingin mengoptimalkan diversifikasi, reksa dana campuran bisa menjadi alternatif. Reksa dana campuran mengalokasikan dana pada obligasi, saham, dan instrumen pasar uang, dengan ketentuan bahwa tidak ada satu instrumen yang melebihi 79% dari total portofolio. Diversifikasi ini membantu mengurangi risiko dan menawarkan potensi imbal hasil yang lebih stabil di tengah kondisi pasar yang tidak menentu.
Reksa Dana Pasar Uang: Pilihan Aman dan Likuid
Untuk investor yang mengutamakan keamanan dan likuiditas, terutama di tengah ketidakpastian pasar, reksa dana pasar uang bisa menjadi pilihan yang bijak. Reksa dana pasar uang berinvestasi pada instrumen jangka pendek, seperti deposito dan obligasi jangka pendek, yang memiliki volatilitas rendah, sehingga memberikan rasa aman bagi investor yang lebih konservatif.