BERITAJELAS

Live Berita Jelas Paling Update Setiap Hari Di Indonesia

Nuklir Jepang Meledak Dahsyat Gegara Warganya Remehkan Kekuatan Alam

Jakarta, Beritajelas – Selama lebih dari 50 tahun tinggal di Jepang, Mizue Kanno telah menghadapi banyak gempa dan belajar bagaimana cara menghadapinya. Dia tahu ke mana harus pergi saat guncangan terjadi dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses rekonstruksi setelah bencana. Namun, pada 11 Maret 2011, gempa yang melanda Fukushima mengubah segalanya.

Gempa dengan kekuatan M9 yang berlangsung selama 6 menit menghancurkan rumah Kanno. Beruntung, dia berhasil selamat dan bergegas menuju tempat yang lebih aman. Nasib baik pun berpihak padanya, karena rumahnya berada beberapa puluh kilometer dari bibir pantai yang dihantam tsunami setinggi 40 meter.

Namun, pada 12 Maret 2011—tepat 14 tahun yang lalu—Kanno merasakan ada yang berbeda. Saat itu, dia melihat orang-orang mengenakan masker dan pakaian pelindung putih, meminta warga untuk segera menuju zona aman.

“Pada 12 Maret, saya melihat mobil yang penuh dengan orang-orang memakai pakaian pelindung dan gas putih. Mereka meminta kami untuk segera pergi ke zona aman,” kenang Kanno, seperti yang dilaporkan oleh Fukushima Testimony.

Malam harinya, Kanno akhirnya mengetahui penyebab evakuasi tersebut. Ternyata, gempa yang mengguncang Fukushima juga menyebabkan ledakan pada reaktor di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, yang mengeluarkan radiasi nuklir hingga radius 20 km. Akibatnya, semua orang diminta untuk pergi dan tak ada yang bisa kembali hingga saat ini.

Bencana itu menjadi bencana nuklir terbesar ketiga yang melanda Jepang setelah Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Ledakan reaktor Fukushima juga menandai krisis nuklir terbesar setelah Tragedi Chernobyl pada 1986.

Sikap Buruk di Balik Bencana

Selama ini, Jepang sering dipandang sebagai negara dengan warga yang teladan—disiplin, rajin, dan penuh integritas. Namun, kenyataannya tidak semua hal di Jepang sempurna. Dalam kasus ledakan nuklir Fukushima, ada banyak contoh kelalaian, abai, dan bahkan sikap hipokrit yang ikut berperan.

Jika tidak ada sikap-sikap ini, mungkin bencana nuklir tidak akan terjadi.

Menurut laporan New York Times, beberapa minggu sebelum ledakan, para ahli nuklir Jepang sudah mendeteksi keretakan pada sistem pendinginan reaktor yang bisa berbahaya jika terjadi gempa besar. Keretakan ini bisa menyebabkan sistem pendinginan gagal dan suhu reaktor meningkat drastis, yang akhirnya memicu ledakan.

Namun, pengelola PLTN Fukushima menutupi masalah tersebut. Mereka merasa tidak bisa menangani kerusakan tersebut dan memilih untuk tidak meminta bantuan ahli lain. Semua pihak, dari pejabat hingga pekerja, diam seribu bahasa karena takut terhadap konsekuensi yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka.

Kelalaian ini bukan hal baru. Noboru Nakao, seorang konsultan PLTN Jepang, mengungkapkan bahwa kelalaian ini sudah terjadi sejak masa pra-konstruksi. Pemerintah Jepang selama ini terlalu mengandalkan metode deterministik, yaitu dengan hanya mengacu pada data masa lalu, dan mengabaikan potensi risiko masa depan yang lebih besar.

“Regulasi keamanan Jepang mengacu pada metode deterministik, karena probabilistik sangat sulit diterapkan,” kata Nakao, seperti dikutip oleh New York Times.

Selama beberapa dekade, pemerintah Jepang membangun PLTN berdasarkan catatan sejarah, yang hanya mempertimbangkan gempa dengan kekuatan maksimal M8 dan tsunami setinggi 3,5 meter. Mereka percaya bahwa gempa yang lebih besar tidak akan terjadi. Sehingga, PLTN dibangun untuk tahan terhadap gempa M8 dan tsunami setinggi 3,5 meter.

Namun, kekhawatiran yang muncul dari beberapa riset mengingatkan bahwa gempa yang lebih besar bisa saja terjadi. Dan ternyata, mereka benar.

Senjata Makan Tuan

Pada 11 Maret 2011, gempa dengan kekuatan M9 terjadi, diikuti tsunami setinggi 40 meter yang menghantam Jepang. Bencana tersebut menunjukkan bahwa alam bisa jauh lebih kuat dari yang diperkirakan.

“Jepang telah meremehkan risiko tsunami dan membuat serangkaian kesalahan besar yang akhirnya menyebabkan bencana,” ungkap Costas Synolakis, profesor Teknik Sipil di University of Southern California.

Sikap meremehkan kekuatan alam dan mengabaikan potensi risiko bencana menyebabkan PLTN Fukushima menjadi ‘senjata makan tuan’. Bencana ini mengakibatkan wilayah Fukushima tercemar radiasi nuklir hingga puluhan tahun, memaksa warganya untuk meninggalkan rumah mereka. Ini menambah penderitaan warga Fukushima yang sudah kehilangan rumah, pekerjaan, dan bahkan keluarga akibat gempa dan tsunami yang dahsyat.