Jakarta, Beritajelas – Mata uang Asia mengakhiri pekan dengan pergerakan yang bervariasi. Beberapa mengalami penguatan, sementara yang lain melemah di tengah gejolak pasar yang cukup signifikan.
Dilansir dari Refinitiv, ringgit Malaysia tercatat sebagai mata uang yang paling terpuruk, dengan pelemahan mencapai 0,7% secara mingguan. Diikuti oleh yen Jepang yang terkoreksi 0,4% dan rupiah Indonesia yang terdepresiasi 0,34%.
Namun, tidak semua mata uang Asia merasakan pelemahan. Peso Filipina menguat 0,36%, baht Thailand mengapresiasi 0,27%, sementara rupee India naik tipis sebesar 0,18%.
Indeks DXY, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, turun ke level 103,7 pada Jumat. Penurunan ini mengakhiri tren kenaikan dua hari berturut-turut, namun DXY tetap berada dalam jalur kinerja mingguan yang datar. Evaluasi para pedagang terhadap dampak perang dagang yang sedang berlangsung terus mewarnai sentimen pasar, terutama terhadap ekonomi AS.
Langkah Keras Trump
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengambil langkah keras dengan mengenakan bea masuk sebesar 25% untuk semua impor baja dan aluminium. Kebijakan ini muncul di tengah-tengah ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah mitra dagangnya.
Tarif baru ini mulai berlaku pada Rabu, dengan Trump menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk melindungi industri baja AS yang sedang tertekan akibat persaingan ketat, terutama dari negara-negara Asia.
Pada 2 April 2025, AS juga berencana untuk menerapkan ‘tarif timbal balik’ terhadap sekutu maupun negara musuh, dengan penyesuaian tarif yang akan bergantung pada kebijakan pajak yang diterapkan pada barang-barang Amerika. Beberapa pungutan tambahan, seperti pajak pertambahan nilai yang menurut Gedung Putih bersifat diskriminatif, juga akan mulai diberlakukan pada hari yang sama.
Trump menyebutkan bahwa tarif untuk beberapa produk, termasuk mobil, semikonduktor, dan farmasi, dapat berlaku paling cepat pada 2 April dengan tarif sekitar 25%. Untuk produk chip komputer dan farmasi, tarif tersebut bahkan bisa naik jauh lebih tinggi dalam setahun.
Ketidakpastian Ekonomi di AS
Meskipun inflasi belum memberikan dampak signifikan, ketidakpastian ekonomi terus membebani sentimen konsumen. Indeks sentimen konsumen Universitas Michigan tercatat turun ke level terendah sejak 2022, yang menggambarkan kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi ekonomi.
Namun, ada secercah harapan dari pasar setelah para legislator di Washington semakin dekat untuk mencegah penutupan pemerintahan. Pemimpin Minoritas Senat, Chuck Schumer, telah menyatakan dukungannya terhadap rancangan undang-undang sementara dari Partai Republik yang bertujuan memperpanjang pendanaan.
Investor kini menantikan keputusan dari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) minggu depan, di mana The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga. Namun, perhatian akan lebih tertuju pada proyeksi ekonomi yang diperbarui dan panduan kebijakan dari bank sentral. Pasar saat ini memprediksi adanya tiga kali pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin masing-masing pada bulan Juni, September, dan Desember tahun ini.