Jakarta, Beritajelas – Di luar angkasa, satu hari bisa terasa sangat berbeda dengan yang kita alami di Bumi. Dalam 24 jam, ada hingga 16 kali matahari terbit dan terbenam. Waktu pun kehilangan makna konvensionalnya, dan gravitasi hampir tak terasa. Namun, bagi para astronot Muslim, ibadah tetap bisa dijalankan, bahkan di orbit 400 kilometer di atas permukaan Bumi.
Dari Pangeran Sultan bin Salman hingga Sultan Al Neyadi, mereka membuktikan bahwa keyakinan tak mengenal batas ruang dan waktu.
Pada tahun 1985, Pangeran Sultan bin Salman dari Arab Saudi menjadi Muslim pertama yang terbang ke luar angkasa. Ia meluncur dengan pesawat ulang-alik Discovery. Perjalanan ini kebetulan bertepatan dengan akhir bulan Ramadan, dan Pangeran Sultan memilih untuk tetap berpuasa.
Meskipun tidak ada adzan yang berkumandang di luar angkasa, ia berbuka dengan kurma di dalam kabin pesawat. Dalam bukunya, Seven Days in Space, ia menceritakan bagaimana rekan-rekan astronotnya sangat mendukung ibadahnya, bahkan menemani untuk berbuka meskipun mereka tidak berpuasa. Saat Idul Fitri tiba, ia merayakannya dengan doa dan refleksi, sebuah perayaan yang sederhana namun penuh makna.
Dua dekade setelahnya, Sheikh Muszaphar Shukor dari Malaysia mengulang pengalaman serupa. Pada tahun 2007, ia berangkat ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) di tengah bulan Ramadan. Otoritas Islam Malaysia memberikan panduan khusus untuknya. Jika kesulitan menentukan waktu berbuka, ia bisa mengikuti waktu Makkah atau zona waktu peluncuran.
Meski kiblat terus bergerak di luar angkasa, itu tidak menjadi halangan. Niat dan orientasi yang benar sudah cukup. Saat Idul Fitri tiba, ia merayakan dengan membawa sedikit sentuhan kampung halaman—sate dan kue kering—sebagai pengingat bahwa tradisi tetap bisa hidup, meski jauh dari Bumi.
Pada tahun 2023, Sultan Al Neyadi dari Uni Emirat Arab menjalani Ramadan penuh di luar angkasa. Dengan misi enam bulan di ISS, ia memilih untuk tidak berpuasa demi menjaga stamina. Keputusan ini sesuai dengan ajaran Islam yang memperbolehkan musafir untuk tidak berpuasa.
Meski demikian, ibadah tetap menjadi bagian dari rutinitasnya. Saat Idul Fitri, ia menyampaikan pesan selamat dari luar atmosfer, mengenakan pakaian tradisional. Ini seolah menegaskan bahwa meskipun ia jauh dari rumah, perayaan tetap memiliki maknanya.