Jakarta, Beritajelas – Praktik bisnis ilegal yang melibatkan wisatawan asing di Bali semakin menjadi sorotan. Wisatawan asing yang menyewa properti lokal dalam jangka panjang dengan harga murah, kemudian menyewakannya kembali dengan harga yang jauh lebih tinggi kepada wisatawan asing lainnya, kian meresahkan masyarakat dan pelaku usaha lokal.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, mengungkapkan bahwa praktik ini tidak hanya merugikan pendapatan daerah, tetapi juga menciptakan persaingan yang tidak sehat di sektor pariwisata Bali. Menurut Rai, bisnis ilegal yang dilakukan oleh wisatawan asing ini jelas melanggar hukum dan perlu segera ditindak.
“Mereka menyewa villa dalam jangka panjang, kemudian menyewakan lagi secara online dengan harga lebih mahal tanpa membayar pajak. Ini jelas merugikan negara dan pelaku usaha lokal,” kata Rai kepada Beritajelas , Kamis (27/3/2025).
Menurutnya, pemerintah kehilangan potensi pajak yang besar akibat fenomena ini, karena orang lokal yang memiliki bisnis akomodasi resmi harus membayar pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sementara wisatawan asing bisa berbisnis tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Gubernur Bali Wayan Koster Ambil Tindakan
Fenomena ini mendapat perhatian serius dari Gubernur Bali, Wayan Koster, yang baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 7 Tahun 2025. Surat edaran ini mengatur bahwa wisatawan asing harus menginap di akomodasi yang memiliki izin resmi. Rai menilai kebijakan ini merupakan langkah penting untuk menertibkan penyewaan ilegal yang semakin marak di Bali.
“Penerbitan SE ini bertujuan untuk menertibkan bisnis penyewaan ilegal yang terjadi selama ini. Wisatawan asing diharapkan hanya menyewa akomodasi yang terdaftar dan memiliki izin resmi,” tambah Rai.
Untuk mendukung penegakan aturan ini, PHRI Bali juga mendorong pembentukan Satgas Gabungan yang melibatkan kepolisian, TNI, Satpol PP, dan asosiasi pariwisata. “Aturan harus ditegakkan secara tegas. Jika ada WNA yang melanggar, tindakan tegas seperti deportasi harus dilakukan,” tegas Rai.
Pentingnya Pengawasan dan Kepatuhan Terhadap Aturan
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengapresiasi langkah Gubernur Bali tersebut dan menilai SE Gubernur sebagai langkah positif dalam menjaga kelangsungan pariwisata di Bali. “Persaingan bisnis harus sehat. Akomodasi jangka panjang tidak bisa disewakan harian karena itu melanggar aturan,” kata Maulana.
Menurutnya, masalah utama yang terjadi adalah lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah, yang memungkinkan banyak akomodasi jangka panjang disewakan secara harian, tanpa membayar pajak sesuai ketentuan.
“Ini merugikan pemerintah karena mereka tidak membayar pajak hotel. Kontribusi mereka ke daerah pun minim,” tambahnya.
Perilaku Wisatawan Asing dan Pengaturan Baru
SE Gubernur Bali juga mengatur soal perilaku wisatawan asing di Bali, seperti kewajiban mengenakan pakaian sopan dan memiliki SIM internasional untuk menyewa kendaraan. Maulana menyoroti bahwa aturan baru ini dapat menjadikan Bali lebih tertib dan aman bagi wisatawan.
“Di luar negeri, jika kita ingin menyewa kendaraan, kita harus menunjukkan SIM internasional dan kartu kredit. Kenapa di Bali tidak ada aturan serupa? Ini penting untuk keselamatan turis dan masyarakat,” ujar Maulana.
Namun, ia meyakini bahwa SE Gubernur Bali yang baru diterbitkan tidak akan mengganggu jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali. “Wisatawan asing pasti akan tunduk pada aturan di negara yang mereka kunjungi. Yang menjadi masalah selama ini adalah pengawasan yang lemah dari kita sendiri,” pungkasnya.