BERITAJELAS

Live Berita Jelas Paling Update Setiap Hari Di Indonesia

Program tiga juta rumah hendaknya dibarengi dengan pengawasan

Jakarta – Beritajelas – Program tiga juta rumah yang digulirkan oleh Presiden RI, Prabowo, menjadi angin segar bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Namun, keberhasilan program ini tak hanya bergantung pada jumlah rumah yang dibangun, melainkan juga pada kualitas hunian yang disediakan.

Rumah Berkualitas, Bukan Sekadar Kuantitas

Penyediaan rumah berkualitas sangat penting, terutama untuk daerah padat penduduk seperti Jakarta. Rumah yang dibangun tidak harus selalu berupa rumah tapak (landed house), melainkan bisa juga berupa rumah susun (rusun), baik sewa maupun hak milik.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah menyiapkan dua program terkait dengan program tiga juta rumah, yaitu rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Meskipun rumah subsidi ini tergolong sederhana, namun kualitas dan kelayakannya harus tetap terjamin.

Meski rumah-rumah ini disubsidi, kualitas struktur bangunan harus diperhatikan dengan serius. Bahan-bahan seperti pondasi, besi, bata, dan atap harus memenuhi standar keselamatan. Ketersediaan fasilitas dasar seperti air bersih dan listrik juga menjadi faktor penting yang harus dipastikan ada untuk mendukung kenyamanan penghuni.

Tantangan Kualitas Rumah Subsidi

Namun, meski ada upaya serius untuk menyediakan rumah subsidi yang layak, masih ditemukan kasus rumah subsidi yang dibangun pengembang tidak memenuhi standar kelayakan. Kasus-kasus ini meliputi masalah banjir, longsor, dan akses jalan yang buruk menuju perumahan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Didyk Choiroel, menyebutkan bahwa beberapa rumah subsidi bahkan ditinggalkan penghuninya karena ketidakpuasan terhadap kondisi rumah yang jauh dari harapan.

Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR) telah menegaskan bahwa pengembang rumah subsidi wajib bertanggung jawab atas kualitas bangunan dan fasilitas yang disediakan. Pengembang harus memastikan bahwa rumah yang dibangun sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Panduan yang Jelas bagi Pengembang

Untuk itu, pemerintah telah menyediakan panduan yang jelas bagi pengembang rumah subsidi. Salah satunya adalah Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 2947/KPTS/M/2024 tentang Desain Prototipe Rumah Tinggal Sederhana. Dalam peraturan ini, tercantum standar desain bangunan dan syarat bahan bangunan yang digunakan, dengan tujuan melindungi konsumen yang akan membeli rumah.

Pertimbangan Matang Sebelum Membeli Rumah

Membeli rumah, meski dengan subsidi, bukanlah keputusan yang mudah. Konsumen harus mempertimbangkan kemampuan mereka untuk membayar cicilan KPR/KPA, serta memperhitungkan kebutuhan lain seperti pendidikan anak, kesehatan, kebutuhan pokok, hiburan keluarga, dan transportasi.

Akses transportasi yang memadai menjadi salah satu pertimbangan penting. Banyak perumahan subsidi yang tidak memiliki akses transportasi yang baik, sehingga penghuninya terpaksa mengeluarkan biaya transportasi yang tinggi. Ini bisa membebani keluarga, terutama ketika harga barang-barang kebutuhan pokok juga semakin meningkat.

Rumah Berbasis Transit: Solusi di Masa Depan

Ke depan, pengembangan perumahan sebaiknya berbasis pada konsep Transit-Oriented Development (TOD), yang memudahkan penghuni untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain menggunakan transportasi publik. Jika transportasi publik masih jauh, pengembang bisa menyediakan layanan transportasi antar-jemput (shuttle) agar penghuni tetap mudah mengakses fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, dan pasar.

Dengan hunian berbasis TOD, penggunaan kendaraan pribadi dapat dikurangi, yang pada gilirannya membantu mengurangi kemacetan lalu lintas dan pemborosan bahan bakar.

Perlindungan Konsumen yang Lebih Baik

Perlindungan terhadap konsumen yang membeli rumah subsidi sudah dirancang dalam tiga lapis. Lapis pertama adalah pemerintah sebagai regulator, lapis kedua adalah bank penyalur KPR/KPA dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sebagai penyalur subsidi, dan lapis ketiga adalah masyarakat itu sendiri, yang diharapkan memeriksa langsung kondisi perumahan yang ditawarkan sebelum memutuskan untuk membeli.

Bank penyalur dan BP Tapera memiliki kewenangan untuk menolak penyaluran KPR/KPA jika aspek legalitas dan fasilitas dasar belum terpenuhi. Ini termasuk ketersediaan air bersih dan listrik yang sangat penting untuk kenyamanan penghuni.

Kolaborasi Pemerintah, Pengembang, dan Masyarakat

Program tiga juta rumah hanya akan berhasil jika ada kolaborasi yang baik antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Pemerintah dan pengembang berusaha untuk memenuhi target tersebut, tetapi jika daya beli masyarakat tidak mencukupi, maka program ini bisa gagal.

Oleh karena itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman tengah merancang pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang diharapkan bisa membantu mengoordinasikan berbagai program perumahan yang sedang berjalan. Dengan adanya badan ini, diharapkan masalah yang terjadi di lapangan, seperti kualitas rumah yang tidak sesuai harapan, bisa segera ditangani.

Dengan koordinasi yang lebih baik, pemerintah, pengembang, dan masyarakat bisa bekerja sama untuk memastikan bahwa program tiga juta rumah dapat terwujud dengan baik, memberikan hunian yang layak bagi masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan mereka.